SEJARAH KELURAHAN MAOSPATI
Konon pada waktu kekuasan di Kadipaten Maospati dipimpin oleh Pangeran Rangga Dirja ketiga sangat luas kekuasaannya. Sebelum terbentuk wilayah kerajan / Kadipaten Maospati. Pangeran Ronggo adalah menantu dari Kesultanan Yogyakarta ( Hamengkubuwono II).
Pangeran Ronggo dikenal sangat pintar baik ilmu pemerintahan ilmu strategi peperangan maupun telik sandi . Sehingga Pangeran Ronggo dipercaya menjabat sebagai penasehat Raja Hamengkubuwono II. Dikarenakan ada kemelut kerajaan dan tidak kecocokan dengan penjajahan Belanda, akhirnya Pangeran Ronggo keluar dari kerajaan dan memerangi Belanda. Karena kegigihan perjuangan Pangeran Ronggo memerangi Belanda akhirnya Pangeran Ronggo diserang oleh Belanda dan pihak keraton Yogyakarta dan Pangeran Ronggo Lari Ke timur hingga sebelah timur Gunung Lawu, dan sembunyi tinggal di situ. Karena Kesaktian Pangeran Ronggo dan keangkeran wilayah itu akhirnya Pangeran Ronggo berkata barang siapa saja yang dengan sengaja Moco/ membaca ( mengamat ngamati ) wilayah persembunyiannya untuk menyusun kekuatan tersebut dan membocorkannya kepada pihak luar maka orang itu akan mati. Dari kata kata Pangeran Ronggo tersebut akhirnya orang orang menyebunya daerah itu Maospati dan sampai sekarang wilayah tersebut terkenal dengan sebutan Maospati.
Suatu saat pangeran Rangga Dirja ketiga mempunyai seorang guru yang sangat tinggi ilmu kebatinan serta keagamaannya yakni Kyai Mokhamad Basori. Pangeran Rangga Dirja ketiga mempunyai keinginan akan menaklukan kabupaten Magetan, namun Kyai Mokhamad Basori sama sekali tidak menyetujuinya bahkan gagasan itu untuk dihilangkan dari pikirannya.
Pangeran Rangga Dirja ketiga tetap pada pendiriannya yaitu akan menaklukan Magetan dan Kyai Mokhamad Basori kecewa akan sikap muridnya lalu pergi dan lenyap tanpa bekas sama sekali. Pangeran Rangga Dirja tetap memerangi magetan dan akhirnya kalah karena tidak mendapat restu dari sang guru yaitu Mokhamad Basori.
Dengan kegagalan itu pangeran Rangga Dirja pergi menghadap ayahnya di Yogyakarta bersama istrinya, dalam perjalannya istrinya melihat seorang pengembala kambing dan tertarik kesalah satu kambing dan menyampaikan keinginannya itu pada sang pangeran. Karena kambing itu tidak dijual oleh pengembalanya akhirnya Gusti Putri Maduretna menangis. Rasa cinta pangeran terhadap istrinya yang sangat tinggi akhirnya pengembala itu dipanggil untuk diminta atau dibeli kambingnya, namun sang pengembala tidak memberi dan tidak menjualnya. Perasaan cinta mengalahkan segalanya dan dari pembicaraan antara pengembala dan pangeran tidak menemukan titik temu akhirnya pengembala dibunuhnya. Lalu pangeran Ranga Dirja dan istri melanjutkan perjalanannya ke Yogyakarta untuk menghadap ayahandanya.
Namun tidak disangka bahwa pengembala kambing itu adalah utusan keraton solo dan akhirnya pihak keraton solo mengirim surat ke keraton Yogyakarta, dengan maksud menanyakan perihal pembunuhan. Sultan menjawab dengan tegas bahwa membunuh hukumannya ya dibunuh. Berkaitan dengan itu lalu pihak keraton solo menyampaikan bahwa pangeran Rangga Dirja telah membunuh pengembala kambing keraton Solo. Sultan Yogyakarta tidak tega untuk membunuh anaknya sendiri, maka putranya disuruh mengembara dengan disertai oleh patih Danurejo, dan sultan berpesan “ Jika Jauh didekati dan jika dekat supaya dijauhi “ Dalam perjalanan pengembaraannya pangeran Rangga Dirja diserang oleh Belanda dan dihadapkan oleh pasukan Keraton Yogyakarta.
Daripada berhadapan dengan saudara sendiri akhirnya Pangeran Ronggo mengalah dan akhirnya gugur dalam peperangan itu, setelah itu mayatnya dimakamkan di Banyu Sumurup Yogyakarta. Sedangan istrinya yang sedang sakit sakitan oleh gurunya yang bernama Kyai Mochamad Kayah yang seorang alim ulama menanyakan “ jika sudah waktunya ingin dimakamkan dimana “? Yang baik dimakamkan digunung Ngrancang Kencana ( Gunung Bancak ), jawab sang putri Maduretna. Akhirnya Gusti Maduretna meninggal dunia dan dimakamkan digunung Bancak sesuai permintaannya.
Makamnya dibuat cungkup dan tiangnya pohon sana yang besar besar, bahkan batu batanya berasal dari Maospati dengan cara diberikan orang disebelahnya ( Lung lungan ) berjejer sampai gunung Bancak.
Pada masa tahun 30 an kelurahan Maospati adalah setatusnya pemerintahan desa, yang dipimpin oleh seorang kepada desa. Kepala desa masa itu bernama HARDJO KLETONG. Dengan berjalanannya waktu pada tahun 1981 berubah setatus menjadi Kelurahan. Adapun Lurah pertama yang menjabat yaitu :
Maospati, 31 Desember 2020
Op Web Kel. Maospati