Visi: MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DESA MANJUNG DI SEMUA BIDANG
MISI: MENINGKATKAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT, MENINGKATKAN PERBAIKAB INFRASTRUKTUR,MENINGKATKAN HASIL PRODUKSI PERTANIAN,MENINGKATKAN KWALITAS PELAYANAN MASYARAKAT DAN MENJADIKAN PEMERINTAHAN YANG TRANSPARAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas Rahmat dan Hidayah-Nya, penulis bisa menyelesaikan sejarah Desa Manjung, Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan. Tidak lupa penulis sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh narasumber dan seluruh pihak yang terlibat dan telah membantu penulis dalam menyelesaikan dan menyusun sejarah Desa Manjung, Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan ini. Karya ini diharapkan mampu memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada setia pembaca agar mengetahui Sejarah Desa Manjung, Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan.
Penulis menyadari ada kekurangan pada karya tulis ini. Oleh sebab itu, saran dan kritik senantiasa diharapkan demi perbaikan karya penulis. Penulis juga berharap semoga karya tulisan ini mampu memberikan pengetahuan tentang pentingnya pemahaman dan pengetahuan mengenai Sejarah Desa Manjung, Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan.
Hormat kami
Penulis
PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PENULISAN SEJARAH DESA MANJUNG, KECAMATAN PANEKAN, KABUPATEN MAGETAN
PENULIS
Nama : PURWATI
Alamat : Dusun Metak, RT 01 RW 01, Desa Manjung, Panekan, Magetan
TTL : Magetan, 28 Maret 1983
Pekerjaan : Guru PAUD Desa Manjung
EDITOR
Nama : NANANG KHOSIM ZAINAL ABIDIN
Alamat : Dusun Metak, RT 01 RW 01, Desa Manjung, Panekan, Magetan
TTL : Magetan, 22 Februari 1996
Pekerjaan : Sekretaris Desa Manjung
NARASUMBER
Nama : JOKO SUNYOTO
Alamat : Dusun Metak, RT 01 RW 01, Desa Manjung, Panekan, Magetan
TTL : Magetan, 08 November 1970
Pekerjaan : Tokoh Masyarakat
Nama : SUPAR
Alamat : Dusun Metak, RT 01 RW 01, Desa Manjung, Panekan, Magetan
TTL : Magetan, 18 Juni 1953
Pekerjaan : Tokoh Masyarakat
Nama : AMAN JUNAEDI
Alamat : Dusun Weru, RT 03 RW 01, Desa Manjung, Panekan, Magetan
TTL : Magetan, 27 September 1976
Pekerjaan : Kamituwo Dusun Weru, Desa Manjung
Nama : SUPARNO
Alamat : Dusun Manjung, RT 1 RW 1, Desa Manjung, Panekan, Magetan
TTL : Magetan, 30 September 1975
Pekerjaan : Kamituwo Dusun Manjung, Desa Manjung
Nama : SUJIATI
Alamat : Dusun Metak, RT 01 RW 01, Desa Manjung, Panekan, Magetan
TTL : Magetan, 05 Mei 1958
Pekerjaan : Kamituwo Dusun Metak, Desa Manjung
Nama : SARDI
Alamat : Dusun Pondok, RT 3 RW 2, Desa Manjung, Panekan, Magetan
TTL : Magetan, 11 November 1964
Pekerjaan : Kamituwo
CERITA SINGKAT DESA MANJUNG
Pada zaman dahulu kala, sebelum Desa Manjung terbentuk, terdapat suatu kawasan hutan belantara yang berada di sebelah timur gunung lawu. Lahan hutan belantara tersebut sangat subur dan masih alami karena belum terjamah oleh manusia. Selain masih berupa hutan belantara, Kawasan tersebut juga dikenal angat angker dan masih banyak dihuni binatang buas. Sehingga tidak sembarang orang berani memasuki kawasan hutan tersebut.
Sementara itu, tepatnya di daerah Yogyakarta terdapat suatu daerah ketemenggungan yang pada waktu itu di pimpin oleh seorang Temenggung Mulandoro bernama Eyang Paku Alam. Temenggung Mulandoro Eyang Paku Alam tersebut di anugrahi beberapa keturunan (anak). Layaknya keluarga yang mempunyai trah darah keturunan ningrat, seluruh anak-anaknya mendapatkan pelatihan dan Pendidikan yang berbeda dari generasi sebayanya. Mereka di didik sedemikan rupa untuk dapat meneruskan tahta kepemimpinan keluarganya. Akan tetapi masing-masing anak tersebut memiliki minat dan kepribadian yang berbeda-beda.
Salah seorang putra temenggung Mulandoro ada yang tidak suka untuk dijadikan pejabat ketemenggungan dan memilih untuk berkelana. Diantara putra temenggung Jogjakarta yang memilih berkelana adalah Pangeran Sosrokusumo Hadiningrat. Dalam kisah pengembaraanya, Pangeran Sosrokusumo Hadiningrat melakukan pengembaraan yang sangat jauh kearah timur.
Hingga akhirnya Pangeran Sosrokusumo Hadiningrat sampai pada sebuah kawasan hutan belantara di lereng Timur Gunung Lawu. Sebuah tempat yang secara geografis sangat stategis dengan kondisi tanah yang subur, membuat Pangeran Sosrokusumo Hadiningrat memutuskan menjadikan tempat tersebut untuk bermukim. Putra temengung Yogyakarta tersebut kemudian melakukan babat hutan sehingga kawasan yang semula hutan belantara tersebut berubah menjadi sebuah perkampungan. Seiring dengan berjalannya waktu perkampungan tersebut semakin ramai dengan adanya para pendatang dari luar daerah tersebut.
Karena keberanian salah satu putra mahkota Temenggung Mulandoro, Eyang Paku Alam dalam merubah hutan belantara menjadi sebuah perkampungan, membuat penduduk sekitar/ warga pendatang melihat sosok Pangeran Sosrokusumo Hadiningrat layaknya singa sang Raja Hutan yang tak gentar oleh rasa takut. Oleh karenanya Pangeran Sosrokusumo Hadiningrat dijuluki Raden Singorono atau yang saat ini kita kenal sebagai Eyang Singorono.
Singorono berasal dari dua kata yaitu “Singo” yang berarti (Singa) “Rono” yang berarti (kesana/berkelana menuju suatu tempat). Sehingga secara filosofi Singorono berarti Seorang Raja yang berkelana ke suatu tempat untuk memberikan manfaat bagi banyak orang. Pangeran Sosrokusumo Hadiningrat atau Eyang Singorono ini adalah putra dari Eyang Paku Alam. Beliau sangat sakti dan terkenal akan kesaktiannya. Dengan kesaktiannya tersebut, di setiap malam jumat kliwon Raden Singorono selalu keliling pemukiman / perkampungan untuk melihat keadaan dan situasi perkampungan dalam wilayahnya.
Hingga pada akhirnya Pangeran Sosrokusumo Hadiningrat atau Raden Singorono atau yang kita kenal sebagai Eyang Singorono tutup usia. Beliau di makamkan di perkampungan yang ia dirikan. Tepatnya, yang saat ini kita kenal dengan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Metak. Sebelum beliau wafat, beliau berpesan bahwa perkampungan ini, meskipun berada di tempat paling “Ujung” namun dimasa depan akan semakin banyak pendatang yang bermukim dan menetap di daerah ini. Hingga perkampungan ini semakin padat dan semakin “Penuh” yang mana dalam Bahasa Jawa berarti “MUNJUNG”. Disisi lain perkampungan ini terkenal dengan tanahnya yang subur Gemah Ripah Loh Jinawi sehingga membuat perkampungan ini semakin padat/penuh (“MUNJUNG”). Berasal dari kata “MUNJUNG” itulah kemudian perkampungan ini disebut sebagai DESA MANJUNG.
Makam Eyang Singorono
Seiring perkembangan jaman, berhubung desa Manjung sangat luas sehingga semakin sulit untuk menatanya, maka Desa Manjung di bagi menjadi 4 wilayah, yaitu Dusun Manjung, Dusun Metak, Dusun Weru dan Dusun Pondok.
Dusun Manjung
Dinamakan Dusun Manjung karena merupakan cikal bakal desa Manjung yang ditandai dengan adanya sebuah sumber yang menjadi penghidupan warga Manjung yang terkenal dengan sumber sebeji. Awal dinamakan Sumber sebeji dari kata biji. Karena pada awalnya waktu Eyang Singorono tanpa sengaja melempar biji beringin. Biji beringin itu tumbuh, sampai akhirnya tumbuh rimbun sampai memunculkan sebuah sumber mata air.
Di Dusun Manjung juga ada sebuah bukit kecil yang terletak di bagian timur dusun yang sekarang bernama Ngledok. Bukit ini di namakan bukit punthuk atau sepunjul yang terletak di tengah persawahan dan di apit oleh dua sungai, yaitu sungai yang berhulu di sumber Molang desa Bedagung dan sumber yang berhulu di sumber Nganten desa Sukowidi.
Sumber Sebeji
Dusun Metak
Dusun Metak merupakan pusat peradaban di desa Manjung. Karena tempat tersebut merupakan pusat pemerintahan dan kawasan terpadat di Desa Manjung. Kondisi tersebut membuat Dusun Metak memiliki masyarakat yang paling beragam diantara dusun yang lain. Keberagaman yang kental tersebut, membuat pada zaman dahulu rawan munculnya konflik atar masyarakat.
Konflik terjadi akibat beragamnya masyarakat dari berbagai kalangan dan latar belakang. Selain itu masyarakat Dusun Metak pada zaman dahulu terkenal belagu/angkuh sampai akhirnya banyak muncul konflik dimasyarakat. Masyarakat yang belagu/angkuh ini, dalam Bahasa jawa berarti “KEMETAK”. Oleh karenanya tepat ini dikenal dengan Dusun Metak.
Dusun Weru
Pada zaman dahulu di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Dusun Weru terdapat sebuah pohon Waru yang sangat besar. Pohon tersebut di jadikan tempat peristirahatan Malin Kenthiri saat mengembara. Dengan seiring waktu pohon itu sudah punah dan untuk lebih mudah mengingatkan tentang pohon Waru maka masyarakat sekitar menyebutkan dusun ini dengan Dusun Weru
Menurut cerita-cerita zaman dahulu, senjata Malin Kenthiri ini tertinggal di dusun Weru. Benda tersebut di keramatkan dan di kubur di sesuah cungkup makam Eyang Setro. Pusaka itu di kubur jadi satu dengan makam Eyang Setro.
Makam petilasan di Dsn. Weru
Dusun Pondok
Dusun Pondok dahulunya merupakan sebuah kawasan dengan padang rumput hijau yang sangat luas. Sehingga tempat itu sering dijadikan para pengembala untuk mengembalakan ternaknya di padang rumput tersebut, yang mana dalam Bahasa Jawa disebut sebagai “ORO-ORO”.
Seringkali para pengembala dalam mengembala ternaknya sampai berhari-hari tidak pulang. Sehingga mereka membuat gubuk atau rumah petak di sekitar padang rumput tersebut. Aktifitas membuat gubuk atau rumah petak tersebut dalam Bahasa Jawa membuat “PONDOKAN”, dan aktivitas menginap tersebut dalam Bahasa Jawa berarti “MONDOK”. Oleh karenanya tempat tersebut dinamakan “DUSUN PONDOK”.
Sisi lain Desa Manjung
Selain hal tersebut diatas, desa Manjung juga memiliki sisi historis, yaitu dengan keberadaan bukit sepunjul ( punthuk ).
Menurut hikayat, keberadaan bukit sepunjul adalah berawal dari kisah pewayangan. Alkisah pada zaman dahulu kala, terdapat kera putih yang memiliki kesaktian. Kera putih tersebut yang lebih dikenal dengan ANOMAN.
Dalam pengembaraannya, Anoman tengah mendapati sebuah gunung tinggi yang bernama Gunung Lawu. Karena Gunung Lawu yang terlalu tinggi itu membuat Anoman merasa terhalangi perjalanannya. Hingga pada akhirnya Anoman marah dan menendang puncak Gunung Lawu. Puncak dari Gunung Lawu tersebut jatuh di daerah Kediri yang kini Bernama Gunung Kelud. Dari tendangan puncak gunung lawu tersebut, terdapat serpihan-serpihan yang ikut tercecer dan jatuh diantara Gunung Lawu dan Gunung Kelud. Salah satu serpihan tersebut tercecer di wilayah desa Manjung yang mana saat ini kita kenal dengan Bukit Sepunjul.
Bukit Sepunjul ( punthuk )
Secara resmi dalam tatanan kepemerintahan, Desa Manjung telah dipimpin oleh seorang Demang atau yang kini berganti nama dengan Kepala Desa (KADES). Berikut nama – nama para kepala Desa Manjung semenjak berdirinya Desa Manjung, antara lain adalah sebagai berikut: