ID Desa
106
Kode Desa
35.20.07.2003
Kecamatan
Plaosan
Nama Desa
Puntukdoro
Nama Kepala Desa
Ir. H. CINTOKO SAMODRO
Kode Pos
63361
Telepon
Email
puntukdoro07@gmail.com
Alamat Kantor
Jl. Ngrejeng - Prendetan RT. 001 RW.01 Desa Puntukdoro

  • Visi

“MEWUJUDKAN MASYARAKAT DESA PUNTUKDORO YANG GUYUB RUKUN, BERIMAN DAN SEJAHTERA”

  • Misi
  1. Tercapainya kerukunan dan kerjasama yang baik antara pemerintah desa, lembaga desa dan masyarakat;
  2. Terwujudnya suasana guyub rukun, aman dan nyaman dalam kehidupan masyarakat;
  3. Penyelenggaraan pemerintahan desa secara adil, terbuka dan bertanggungjawab;
  4. Peningkatan perekonomian masyarakat melalui pengembangan potensi desa, pembangunan sarana prasarana umum, sosial dasar dan perekonomian;
  5. Pengembangan sumber daya desa dan sumber daya masyarakat.

 


“Dari puncak bukit, Sunan Lawu melihat hamparan lahan hijau yang penuh lalu lalang ‘manuk dara’ (burung merpati), sehingga beliau menamai daerah ini Puntukdoro. Hingga sekarang Puntukdoro dijadikan nama desa sekaligus salah satu dusun.”

 

Sejarah Desa Puntukdoro dapat pula disaksikan dalam bentuk video menarik pada tautan berikut

 

Sekitar 1470-an silam, daerah sejuk nan asri di lereng Gunung Lawu menjadi persinggahan pelarian Prabu Brawijaya V sekeluarga beserta prajuritnya dari peperangan Kerajaan Majapahit yang mulai terdesak oleh Kerajaan Keling. Konon, di daerah ini, Sang Prabu dan prajuritnya merasa tentram sebab banyaknya hasil tani, dan semangat kegotong-royongan warga. Setelah bermukim cukup lama, rombongan Prabu Brawijaya akhirnya berpisah dengan putranya, Raden Patah, yang kelak mendirikan Kesultanan Demak, yakni Kerajaan Islam pertama di Jawa. Raden Patah yang juga didampingi Sunan Lawu, beserta serombongan pengikutnya, melakukan perjalanan keimanan dan mendakwah agama Islam seiring safari. 

 

Raden Patah dan Sunan Lawu mulai berjalan menapaki hamparan sayuran yang menyejukkan pandangan. Setelah dua minggu, Sunan Lawu dan Raden Patah melanjutkan perjalanan. Sebagai tanda keberadaan, daerah yang mereka singgahi dinamai Ngrejeng, didasarkan pada banyaknya sulur pohon yang menjuntai sampai ke tanah yang berkilap ketika terkena cahaya lampu obor. Kepergian sang Sunan dan Raden Patah diiringi isak tangis kesedihan warga, bahkan sebagian warga turut mengikuti perjalanan dan bergabung dengan rombongan. Ngrejeng menjadi nama dusun yang terletak di bagian tengah Desa Puntukdoro. Kantor dan Balai Desa Puntukdoro terletak di Dusun Ngrejeng.

 

Selang beberapa hari berjaan melalui perbukitan, rombongan Sunan Lawu bermukim di sebuah bukit yang paling tinggi yang ia namai Bukit Simelik. Dari puncak bukit, sang Sunan melihat hamparan lahan hijau yang penuh lalu lalang “manuk dara” (burung merpati), sehingga beliau menamai daerah ini Puntukdoro. Penamaan ini sang Sunan sampaikan pada seorang sesepuh bernama Eyang Gubug, serta warga yang diperintahkan tinggal di daerah ini. Hingga sekarang Puntukdoro dijadikan nama desa sekaligus salah satu dusun.

 

Tak berhenti di situ, sang Sunan dan rombongannya meneruskan perjalanan yang kali ini penuh tantangan yakni menaiki dan menuruni jurang, bahkan melalui semak belukar hingga konon bajunya tersangkut ranting dan sobek, namun beliau hanya tersenyum dan berkata “Itulah bagian dari sebuah perjuangan. Tentu ada duri-duri yang merintangi.” Lantas Sang Sunan memberi nama daerah tersebut Prendetan, yang diambil dari istilah Bahasa Jawa yaitu “krendet” (tersangkut). Kini, Prendetan menjadi salah satu dusun yang terletak di daerah timur Desa Puntukdoro.

 

Sebelum kembali melanjutkan perjalanan, Sunan Lawu menunjuk seseorang untuk kembali pada daerahnya, dan dijadikan sesepuh di daerah tersebut. Konon sang Sunan mengatakan bahwa “Mumpung masih di sini, dengan izin Allah, percayalah padaku, jalan hidupmu di daerah tempat pertama kali tetes darahmu tertumpah”. Sunan Lawu berpesan kepada sang calon sesepuh untuk memberi daerah tersebut Ngelo, sebagai gambaran perjalanan yang diiringi tangisan anak-anak dan beratnya langkah kaki. Penuh dengan lapar “luwe” (lapar), “ngelak”(haus), dan “ngeluh” (mengeluh) dalam Bahasa Jawa. 

 

Namun, asal-usul lain menceritakan bahwa asal mula nama dusun Ngelo berawal dari suami istri pendatang dari Wonogiri yang dijadikan sesepuh daerah tersebut sebab kearifan dan keberhasilannya untuk berbaur. Sang suami, yakni Mbah Setra Jaya, yang kelak disebut sebagai Mbah/Kyai Cikal Bakal, konon berhasil menuntun dan menasehati beberapa orang berniat jahat (merampok) untuk kembali ke jalan yang benar. Lantas, Mbah Cikal Bakal memberi nama daerah ini Ngelo berdasarkan adanya empat pohon Lo yang harapannya mengingatkan anak- cucu tentang kisah ini.

 

Sebagai tambahan, satu-satunya dusun yang sejarah penamaannya tidak berkorelasi dengan cerita Sunan Lawu ialah Dusun Klaten. Konon, penamaan dusun ini bermuasal sama dengan Kota & Kabupaten Klaten Jawa Tengah, yakni dari kata 'mlaten', lalu lebih mudah disebut 'klaten', yang dalam bahasa Jawa berarti daerah yang terdapat banyak bunga melati. Awalnya Dusun Klaten merupakan desa yang berdiri sendiri, hingga akhirnya bergabung menjadi bagian Desa Puntukdoro di tahun 1890.

 

Ditulis Oleh: Hayfaza Nayottama - Mahasiswa KKN-PPM UGM 2024

Disadur dari artikel sejarah Desa Puntukdoro “Bukit Merpati di Lereng Lawu” karya Agung Nugroho, ditambah beberapa sumber lain