Baik dalam arti luas adalah suatu sikap yang mencerminkan kebaikan dalam hal apapun, baik dalam lahir maupun batin. Baik dimulai dari diri sendiri, pemimpinnya serta baik masyarakatnya, maka perlu adanya dasar jiwa pribadi yang baik dalam hal apapun sangat siperlukan untuk menjadi pondasi awal dalam mensejahterakan masyarakat desa Ringinagung.
Amanah yang artinya dapat dipercaya suatu pribadi yang baik akan mewujudkan pribadi yang dapat dipercaya sehingga dengan sendirinya masyarakat akan sadar dalam hak dan kewajibannya masing-masing. Sehingga tidak terjadi kesenjangan tanggung jawab dan kinerja antara pemimpin dan masyarakat.
Guyub dalam arti kebersamaan, yaitu suatu niat tekad dan tujuan yang sama untuk mewujudkan satu cita-cita yang sama pula. Maka dari itu peran serta antara pemerintah desa dan seluruh lapisan masyarakat sangat berkaitan erat dalam kemajuan dan pengembangan desa, khususnya desa Ringinagung. Maka sikap guyub akan bersinergi dengan sikap baik dan amanah.
Unggul dalam arti lebih dari pada yang lain. Di sini diharapkan desa Ringinagung mampu mempunyai nilai-nilai produk/karya-karya yang unggul yang mampu menopang ekonomi kesejahteraan masyarakatnya. Baik dalam hal pertanian, peternakan, home industri, dan lain sebagainya.
Sentosa ialah rasa aman tentram bahagia dan sejahtera selamanya. Jika unsur-unsur di atas terpenuhi (Baik, Amanah, Guyub, Unggul) maka dengan sendirinya masyarakat merasakan sentosa.
Untuk mewujudkan visi tersebut, maka misi yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
Ringinagung adalah sebuah desa di
wilayah Kec. Magetan dengan batas-batas sebagai berikut:
Desa Ringinagung terdiri dari 5 dukuhan, yakni dukuh Jawar, dukuh Tulung, dukuh Berja, dukuh Dhasun dan dukuh Kwatangan. Dukuh-dukuh tersebut mempunyai ceritera sendiri-sendiri, dan
menurut para sesepuh desa setempat dituturkan sebagai berikut:
1.DUKUH JAWAR
Yang babad dan cikal bakal dukuh Jawar adalah seorang Kyai bernama H. Panekur Rahman. Beliau berasal dari Demak Jawa Tengah. Kedatangannya di daerah ini untuk menyebarkan agama Islam. Sebagai pemimpin agama Islam, beliau sangat sabar dan kasih sayang kepada
pengikutnya.
H. Panekur Rahman juga pernah memimpin agama Islam di masjid Klantangan. Dan di sini beliau berusaha membuat daerah ini menjadi pusat pengembangan agama Islam. Namun belum sampai maksud tersebut tercapai, beliau dipanggil kembali ke Demak, jadi cita-citanya, kehendaknya (Jw. sejane) gagal (Jw. wurung, tawar). Akhirmya beliau kembali ke Demak dengan meninggalkan nama daerah ini JAWAR (dari kata se-JA-ne ta – WAR) dan selanjutnya menjadi dukuh Jawar sampai sekarang ini.
2.DUKUH TULUNG
Pada jaman dahulu, waktu daerah ini masih berupa semak-semak belukar, dan belum ada penghuninya, datanglah seorang pemuka agama Islam dari Mataram, bernama Kyai Tulungsari. Kedatangan beliau kemari karena dikejar-kejar oleh Kompeni Belanda karena beliau sangat membahayakan terhadap kepentingan dan keamanan Kompeni Belanda.
Kyai Tulungsari segera membuat pemukiman di sini dan beliaulah yang cikal bakal daerah ini. Belum sampai sempurna pembenahan daerah ini, Kyai Tulungsari meninggal dunia Dan penghuni setempat sepakat menamakan daerah TULUNG, diambil dari nama KYAI TULUNGSARI. Makam beliau berada di makam sebelah Timur SDN Ringinagung sekarang ini.
3. DUKUH BERJO
Yang babad pertama dan cikal bakal daerah ini adalah seorang pendatang dari daerah Wonogiri, Jawa Tengah bernama: Kyai Potrojoyo. Waktu babad daerah ini beliau menemukan sebuah kolam kecil (Jw. sumber) yang jernih airnya dan tidak pernah surut air yang ada di dalamnya. Demikian jernihnya air sumber ini, sehingga penghuni kanan kiri daerah ini berdatangan mengambilnya untuk kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian sehari-harian keadaan sumber ini selalu ramai (Jw. rejo).
Akhirnya Kyai Potrojoyo menamakan daerah ini BERJO. Dari kata sumBER e, reJO. Dan selanjutnya menjadi dukuh Berjo sampai sekarang ini.
4. DUKUH DASUN
Yang babad daerah ini dua orang Kyai, bernama Kyai Cangkrangwojo dan Kyai Bencé Wulung Colegowo. Kedua Kyai tersebut tidak jelas asal-usulnya, hanya diketahui datang dari sebelah barat gunung Lawu. Kedatangan kedua Kyai ini mengembara kemana mana sambil mengajarkan agama Islam kepada penghuni-penghuni daerah yang dilaluinya.
Belum lama keduanya bertempat di daerah ini, datanglah dua orang Kyai baru bernama Kyai Tinoguno dan Kyai Kromodrono. Dua orang Kyai baru ini ingin menguasai daerah yang telah diatur oleh Kyai Cangkrangwojo dan Kyai Bencé Wulung Colegowo. Sudah barang tentu kedua Kyai ini mempertahankan daerah yang telah diatur dan dikuasainya.
Akhirnya terjadilah perselisihan, Kyai Cangkrangwojo dan Kyai Bence Wulung Colegoge kalah dan meninggal dunia. Kyai Cangkrangwojo dimakamkan di punden Seleter dan Kyai Bencé Wulung Colegowo dimakamkan di makam Pumpungan Kyai Bencé Wulung Colegowo terkenal sebagai seorang yang sakti.
Konon pada malam Jum’at tampak sinar terang setinggi pohon pinang memancar dari kubur Kyai Bencé Wulung Colegowo ini. Sedangkan Kyai Titoguno dan Kyai Kromodrono setelah meninggal masing-masing dimakamkan : Kyai Tirtoguno (sebelah Barat dukuh Kauman agak ke Selatan. Tepatnya di sebelah Barat dukuh Donorajan) Sedangkan Kyai Kromodrono dimakamkan di makam Kromodranan (Sebelah Selatan dukuh Dadapan desa Bangsri).
Mengapa Kyai Kromodrono dimakamkan di dukuh Dadapan Ketika berselisih dengan Kyai Cangkrangwojo dan Kyai Bencé Wulung Colegowo, mereka juga kena senjata kedua Kyai itu tepat pada perutnya. Dan beberapa saat masih dapat bertahan. Namun lama kelamaan tidak kuat menahan sakitnya.
Di suatu tempat di pasar Tulung, mereka berteriak-teriak minta tolong terus berjalan cepat kearah Barat. Sampai di sebelah Barat Dikbud sekarang ini, ususnya terburai, tetapi malah tampak gagah. Dari sini mereka meneruskan perjalanan kearah Barat dan di suatu tempat ususnya banyak yang keluar sehingga kelihatan “blabar”. Akhirnya tempat ini dinamakan Seblabar (sebelah Timur Sumberbeji desa Bangsri). Namun Kyai ini masih dapat berjalan, akhirnya meninggal di dukuh Dadapan. Empat Kyai sebagai pimpinan atau kepala (Jw endhas) ulama, meninggal dunia karena berkelahi di satu tempat (Jw. dhusun). Maka daerah itu dinamakan DASUN. Dari kata en – DHAS – e du SUN. selanjutnya menjadi dukuh Dasun sampai sekarang.
5. DUKUH KWATANGAN
Menurut nara lsumber pertikaian antara Kyai Tirtoguno dan Kyai Cangkrangwojo di dukuh Dasun sama-sama kuat. Keduanya menggunakan kekuatan fisik, terutama menggunakan tangan. Karena kedua Kyai ini sama-sama kuat. Maka tempat berselisih itu dinamakan KWATANGAN. Dari kata KUWAT dan
TANGAN.
Dahulu 5 dukuh ini merupakan pemerintahan sendiri-sendiri, dan masing-masing menmiliki lurah (bekel). Kemudian pada masa pemerintahan Belanda, 5 dukuh ini dikasut menjadi satu desa oleh pemerintah Belanda dinamakan desa RINGINAGUNG. Sebab di desa itu dahulu ada sebuah pohon beringin yang sangat besar dan rindang (Jw. ageng, agung). Maka dinamakan desa RINGINAGUNG.
Penguasa Desa Ringinagung Secara berturut-turut yang diketahui adalah:
NO | NAMA | JABATAN | MASA JABATAN |
1 | SETRO TARUNO | BEKEL |
1885-1906 |
2 | KARTO REDJO | BEKEL | 1906-1914 |
3 | DJOJO REDJO | BEKEL | 1914-1944 |
4 | ASMO WIDJOJO | KEPALA DESA | 1944-1973 |
5 | SARKUN | KEPALA DESA | 1974-1989 |
6 | SUHERMANTO | PJS | 1989-1990 |
7 | KARTONO | KEPALA DESA | 1990-1998 |
8 | SUTOPO | KEPALA DESA | 1998-2011 |
9 | PURDIYONO | KEPALA DESA | 2011-2017 |
10 | YULLY BAGUS TRISNAWAN | KEPALA DESA | 2017-2023 |