VISI :
MEWUJUDKAN PELAYANAN PUBLIK YANG OPTIMAL
MISI :
MELAKSANAKAN TATA KELOLA PEMERINTAHAN KELURAHAN YANG BERSIH MELAYANI EFEKTIF DAN EFISIEN
TERJADINYA DESA MAGETAN
Desa Magetan (sekarang Kelurahan Magetan) yang terletak di pusat kota ini cukup terkenal, karena menurut sejarah desa ini memiliki seorang warga yang mempunyai kharisma besar dan sakti. Orang sakti tersebut adalah Ki Ageng Mageti. Beliaulah salah seorang yang menjadi cikal bakal Desa Magetan, Beliau mempunyai dua orang saudara bernama Irogati dan Cokrogati. Kedua orang saudaranya ini juga memiliki kelebihan- kelebihan sebagaimana yang dimiliki oleh Ki Ageng Mageti, yakni kelebihan dalam ilmu kanoragan dan ilmu-ilmu kerohanian. Ilmu-ilmu sebagai piandel dirinya itu terutama dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat sosial serta bersifat amal.
Jadi tidaklah heran apabila Ki Ageng Mageti beserta saudara-saudaranya ini sangat disegani oleh masyarakat setempat khususnya. Ketiga tokoh ini sangat gemar dalam hal mesu budi, bersemedi, meditasi dan sebagainya untuk memperoleh petunjuk dari Allah Subhannawata’alla demi keselamatan dirinya baik di dunia maupun di akherat nanti.
Pada suatu hari Ki Ageng Mageti bersemedi di suatu tempat yang terasing dan sunyi di dalam hutan. Maklumlah, pada saat itu Desa Magetan masih berwujud hutan dan baru beberapa rumah yang ada dan dihuni oleh pemiliknya. Belum lama beliau bertapa, ada suatu keajaiban. Dari arah barat tempat Ki Ageng Mageti bertapa ada seseorang yang berjalan cepat-cepat melangkahkan kakinya, diikuti oleh air air yang sangat besar. Orang tersebut bernama Djoko Segondhang. Djoko Segondhang dengan ilmunya yang cukup tinggi telah mampu menggiring air yang mengalir sangat besar dan deras, bahkan seperti air bah yang datang di waktu musim hujan.
Djoko Segondhang dengan bangganya berjalan diikuti air yang mengalir melimpah-limpah. Tetapi belum sampai menerjang tempat bertapa Ki Ageng Mageti, Djoko Segondhang berhenti, demikian juga aliran air di belakangnya, juga terhenti bagaikan mendapat perintah dari Djoko Segondhang untuk berhenti. Dengan serta-merta didepan Djoko Segondhang gelap gulita, sehingga Djoko Segondhang tidak dapat memandang arah yang dituju. “Ini pasti ada orang sakti sedang bertapa,” gumam Djoko Segondhang seraya bersidekap. Kemudian Djoko Segondhang uluk salam : “ Assalamu’alaikum warochmatullahiwabarochattu.” Setelah uluk salam tiga kali, penglihatannya makin lama makin terang dan cuaca gelap gulita tadipun makin lama semakin terang juga. Djoko Segondhang memandang ke depan dan tampak samar-samar di depannya seseorang yang sedang bertapa. Djoko Segondhang diam beberapa saat sambil memandang orang yang sedang bertapa. Setelah yakin benar bahwa yang duduk didepannya itu insan yang kelihatannya juga memiliki ilmu serta kesaktian tinggi, maka dengan pelan-pelan penuh kesopanan Djoko Segondhang membangunkan si petapa itu dari semedinya. Ki Ageng Mageti pun terpaksa menghentikan semedinya dan akhirnya kedua orang itu saling menyapa dan berbincang-bincang dengan akrabnya. Djoko Segondhang mangaku berasal dari dukuh Segali Desa Gonggang sebelah selatan Desa Plaosan. Mereka juga mengaku bernama Ki Ageng Ronggogalih. (Banyak versi tentang Ronggogalih yang belum jelas kebenaran identitas serta ceritanya). Tujuan Djoko Segondhang akan menuju ke Madiun untuk bertemu dengan bapaknya.
Mendengar Djoko Segondhang akan ke Madiun yakni menuju kearah timur, Ki Ageng Mageti termenung beberapa saat dan akhirnya berkata kepada Djoko Segondhang : “Apabila ki sanak akan meneruskan perjalanan menuju arah timur, pasti tidak kuat.” Maksud Ki Ageng Mageti agar Djoko Segondhang tidak menerjang tempat semedinya.
“Agar perjalanan ki sanak tidak terganggu, lancar dan selamat, harus membelok ke utara sedikit dan selanjutnya membelok ke arah timur.”
Djoko Segondhang mengindahkan petunjuk Ki Ageng Mageti agar perjalananya nanti tidak terganggu, lancar dan selamat. “Saya akan mengindahkan petunjuk sang petapa dan mudah-mudahan perjalanan saya tidak memperoleh gangguan.” Karena kejadian itulah Djoko Segondhang berkata :”Besuk kalau ada ramainya jaman aliran air yang membentuk sungai dan saya belokkan ini saya beri nama Lepen GANDHONG (kali GANDHONG).” Sedangkan kedung yang ada di dekat Djoko Segondhang wawancara dengan Ki Ageng Mageti itu dinamakan kedung Salam. Kemudian Djoko Segondhang meneruskan perjalanan ke arah timur menuju Madiun. Air yang digiring dibelakangnya terus mengikuti perjalanan Djoko Segondhang dan menurut saja kemana arah perjalan Djoko Segondhang. Konon legenda mengatakan bahwa air yang ada di belakang Djoko Segondhang itu juga dapat berbicara dan bahkan tak henti-hentinya air itu berbicara dengan Djoko Segondhang di dalam perjalanan. Hal yang aneh dan misterius inipun tidak lepas dari kesaktian orang-orang kuno terdahulu seperti Djoko Segondhang ini.
Adapun daerah tempat Ki Ageng Mageti bertapa dinamakan Magetan berasal dari kata Mageti dan akhirnya menjadi desa Magetan sampai sekarang ini. Karena hasil kesepakatan Ki Ageng Mageti dengan Djoko Segondhang itu pula, Desa Magetan ini tidak dilintasi Sungai Gandhong, tetapi sungai itu justru menjadi batas desa antara desa-desa yang berada di sebelah utara Sungai Gandhong dengan desa-desa yang berada di sebelah selatan Sungai Gandhong antara lain Desa Magetan.
Setelah meninggal dunia, Ki Ageng Mageti dimakamkan di sebelah utara alun-alun Magetan ditepi Sungai Gandhong.
Secara berturut-turut yang menjadi kepala Desa Magetan yang diketahui adalah :
Jaman Belanda :
Lurah setelah tahun 1948 :
(Sumber dari buku Drs. Soetarjono)