Visi
Menciptakan tata kelola pemerintahan yang Amanah, Jujur dan Bertanggungjawab dalam rangka mewujudkan masyarakat Desa Gonggang yang Transparan, Adil, Aman dan Mandiri.
Misi
Misi adalah Kebutuhan tekad tentang spesifikasi tujuan, arah pemanfaatan sumber daya dari visi agar salah satu tujuan/arah kegiatan atau organisasi dapat direncanakan sesuai dengan cita-cita yang diinginkan. Maka untuk mencapai visi di atas Pemerintah Desa Gonggang mempunyai misi sebagai berikut :
Melakukan reformasi sistem kinerja aparatur pemerintah desa guna meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Menyelenggarakan pemerintahan yang bersih, bebas dari korupsi dan bentuk-bentuk penyelewengan yang lain.
Menyelenggarakan urusan pemerintah desa secara terbuka dan bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Meningkatkan perekonomian masyarakat melalui pembentukan kelompok usaha kecil masyarakat yang produktif sesuai dengan potensi desa dan peluang pasar.
Menyelenggarakan pelatiha dan penyuluhan bagi kelompok usaha kecil masyarakat dan masyarakat pada umumnya sesuai dengan kebutuhannya.
Membentuk atau melakukan revitalisasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai lembaga yang mengelola produksi usaha masyarakat.
Menjalin kerjasama atau lembaga mitra dalam rangka peningkatan mutu kesejahteraan masyarakat.
Membangun pola kehidupan masyarakat untuk menjadi masyarakat yang sehat melalui peningkatan kualitas kegiatan posyandu balita, posyandu lansia, kebersihan lingkungan dan pembangunan rumah layak huni berdasarkan skala prioritas.
Membentuk dan membangun kembali organisasi-organisasi masyarakat desa Gonggang untuk membantu Pemerintah Desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan atas dasar kepentingan masyarakat pada umumnya.
Mengorganisir kaum muda atau Karang Taruna Desa Gonggang dan meningkatkan perannya sebagai kader pembangunan dan kader pemimpin masa depan.
Membangun relasi dengan lembaga Pendidikan Formal dan non formal pada lingkup internal dan eksternal guna menunjang mutu pendidikan generasi desa Gonggang untuk menjadi individu yang Berketuhanan, bermoral, berpengetahuan luas, dan mandiri.
Menjalin kerjasama dengan semua pihak untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat
Penertiban aset desa Gonggang dan memanfaatkannya untuk kepentingan masyarakat.
Membangun, memperbaiki, dan pemeliharaan insfrastruktur desa Gonggang
. Sejarah Eyang Kringgo Kusumo Kusumo Di Lereng Bukit Danaraja.
Alkisah berdasarkan informasi dari nara sumber sesepuh Desa Gonggang dahulu ada tiga orang pengembara yang berjalan di tengah hujan yang sangat lebat. Ketiga orang tersebut dalam keadan basah kuyub badannya, mereka berlari untuk mencari tempat berteduh. Setelah mendapatkan tempat mereka lalu membuat api unggun untuk menghangatkan badan sekaligus untuk mengeringkan baju. Satu orang bajunya (dicepot) dilepas dan didekatkan ke api, namun yang dua orang bajunya tetap (dienggo) dipakai dan pakaian yang lain dipanggang (didekatkan ke api) supaya cepat kering. Ketiga ora itu tidak menyadari pada saat duduk mengelilingi api unggun sudah berdiri di dekatnya seseorang yang mengenalkan diri bernama Eyang Kringgo Kusumo.
Berempat lalu berbincang panjang lebar, Eyang Kringgo Kusumo yang masih keturunan darah biru dari Ngayogjakarta setelah mengetahui ketiga orang mengenai cara mengeringkan dengan dienggo lan ya dipanggang baju lalu mengatakan, “Go gang-gang, nggango lan dipanggang.” Dengan melihat peristiwa tersebut Eyang Kringgo Kusumo Kusumo lalu menamakan wilayah tersebut dengan sebutan Go Gang-gang. Selain itu jarak dukuh satu sama yang lain juga gang-gang (berjarak). Lambat laun Go Gang-gang karena pengucapannya terlalu sulit akhirnya orang-orang menyingkatnya dengan nama Gonggang sampai saat sekarang.
Menurut sesepuh Desa Gonggang peristiwa itu kira-kira tahun 1822 adalah berdirinya Desa Gonggang. Setelah Gonggang jadi desa, Eyang Kringgo Kusumo kemudian menikah dan di karunia seorang putra bernama Joko Santoso, selang beberapa tahun kemudian istri Eyang Kringgo Kusumo mengandung lagi. Pada saat mengandung, istrinya nyidham buah-buahan akhirnya di carikan buah-buahan tersebut oleh Eyang Kringgo Kusumo. Setelah buah didapat lalu istrinya mengambil pisau untuk mengupas buah. Pada saat istrinya mengupas buah, eyang mengingatkan jangan sampai pisaunya di letakan di atas bagian paha, karena pisau itu adalah sebuah Keris Nagasasra Sabuk Inten yang sangat sakti dan tidak boleh di letakkan di sembarangan. Istrinya tidak tahu kalau pisau yang di pakai ngupas buah adalah keris Nagasasra Sabuk Inten. Namun apa boleh buat kedele sudah menjadi tempe.
Selang beberapa bulan istrinya Eyang Kringgo Kusumo melahirkan, keanehan terjadi istrinya tidak melahirkan bayi, namun berupa telur. Lalu oleh Eyang Kringgo Kusumo telur itu diletakkan di suatu tempat diengkremake (dalam Bahasa Jawa) selama dua puluh satu hari supaya menetas. Setelah dua puluh satu hari telur itu di lihat oleh Eyang Kringgo Kusumo tapi belum menetas dan dilihatnya telur itu semakin membesar dan semakin berat. Eyang Kringgo Kusumo membiarkan telur itu karena akan ditunggu sampai hari keempat puluh. Setelah hari keempat puluh Eyang Kringgo Kusumo menengok telur itu, alangkah terkejutnya telur itu sudah menetas dan berupa seekor anak ular naga. Eyang Kringgo Kusumo menerima keadaan dan mungkin ini takdirnya yang harus di jalani keluarganya. Anaknya yang beruwujud naga tersebut di beri nama Baru Klinting. Baru Klinting tidak tinggal serumah dengan Eyang Kringgo Kusumo dan menempati sebuah gua dekat dengan kediaman Eyang Kringgo Kusumo Kusumo.
Konon cerita dari narasumber beberapa tahun kemudian Eyang Kringgo Kusumo ngundhuh mantu (resepsi pernikahan anak yang pertama) Joko Santoso. Pada saat mantu tamunya sangat banyak yang hadir karena eyang Kringgo Kusumo orang yang sangat terkenal dan sakti, waktu acara di gelar Si Naga Baru Klinting anak ke dua datang dan semua tamu takut dan berlarian yangakhirnya membuat Eyang Kringgo Kusumo dan istrinya malu.
Kemudian eyang memanggil Baru Klinting di suruh untuk mengambil air di Telaga Pasir/Telaga Sarangan dengan wadah krenjang mataera (kranjang dari menjalin yang berlubang) Eyang Kringgo Kusumo berpikiran tidak mungkin bisa membawa air penuh dengan wadah krenjang mataera, lalu eyang berkata, “Kamu jangan pulang sebelum airnya penuh di wadah ini.” Baru Klinting menjawab, “Injih bapa.” (Iya). Baru Klinting bergegas pergi untukmengambil air sampai di Telaga Pasir dengan melewati bukit-bukit tinggi dan akhirnya melewati bukit yang di namakan Tretes, melewati Puntuk Manggung ada juga bukit Thuk Cingah. Baru Klinting sampailah di Telaga Pasir lalu mengambil air, karena Baru Klinting juga sakti dia bisa membawa air penuh dengan krenjang mataera tersebut lalu dibawa pulang ke rumah seperti perminta Eyang Kringgo Kusumo. Sehingga Eyang Kringgo Kusumo terkejut dan terheran-heran anaknya dapat membawa air dengan krenjang mataera tersebut.
Kemudian Baru Klinting di suruh lagi mencari ikan di laut. Baru Klinting pergi mencari ikan yang di minta Eyang Kringgo Kusumo dan Baru Klinting tidak pergi ke laut dikarenakan sangat jauh dari Desa Gonggang. Karena Baru Klinting sakti dia mencari ikan laut di hutan setelah mendapatkan ikan lalu kembali ke rumah di serahkan ke Eyang Kringgo Kusumo. Eyang Kringgo Kusumo sangat heran dan terkejut, akhirnya Eyang Kringgo Kusumo menyuruh Baru Klinting pergi dari rumah karena merasa malu dengan para tamunya. Namun Baru Klinting tidak mau pergi karena mau melihat kakaknya menikah. Eyang Kringgo Kusumo marah tetap mengusir Baru Klinting pergi dari rumah dengan mau memukulnya memakai pohon ubi. Akhirnya Baru Klinting takut dan melompat ke tanah ambles bumi. Tempat Baru Klinting masuk ke dalam tanah lalu dinamakan tapak naga sebagai bekas kesaktiannya.
Setelah ambles bumi beberapa hari tibalah di sebuah hutan belantara di wilayah Ngebel Ponorogo dan Baru Klinting menjelma menjadi seekor kijang menjangan. Waktu itu di Desa Ngebel akan mengadakan bersih desa, para warga berbondong-bondong untuk mencari hewan di hutan yang bisa di sembelih dan di buat hidangan di acara tersebut , dan ketemulah seekor kijang menjangan alias Baru Klinting yang menjelma. Baru Klinting tertangkap oleh para warga lalu di bawa pulang. Akhirnya naluri seorang ayah yaitu Eyang Kringgo Kusumo merasakan hal yang tidak enak. Segera mencari anaknya dengan melacak jejak tapaknya Baru Klinting. Tidak lama kemudian sampailah di Ngebel dan berketemu dengan seorang perempuan tua yang bernama Mbok Randa Nyi Latung (seorang janda namanya Nyi Latung) lalu disuruh mampir di rumahnya dan di jamu dengan baik. Mbok Randa Nyi Latung menyuguhi makan di namakan jenang katul. Eyang dan Mbok Randa berbincang panjang lebar. Eyang Kringgo Kusumo bertanya.”Mbok Randa ini mau ada apa kok desa sini ramai banget.” Mbok Randa menjawab, “Desa sini mau mengadakan bersih desa, kemarin aja warga berburu hewan di hutan dan mendapatkan kijang menjangan.” Mbok Randa juga mengatakan yang tidak ikut berburu peraturannya tidak diberi dagingnya.
Karena Eyang Kringgo Kusumo orang sakti, beliau sudah tahu kalau kijang tersebut adalah anaknya yang menjelma. Akhirnya Eyang Kringgo Kusumo membuatkan lesung sebagai perahu bersama entong (kayuh) untuk Mbok Randa. Lalu Eyang Kringgo Kusumo berpesan kepada Mbok Randa, “ Mbok nanti kalau terdengar suara letusan sebanyak tiga kali Mbok segera naik lesung ya.” Jawab Mbok Randa, “Iya den.”
Lalu eyang Kringgo Kusumo minta pamit Mbok Randa untuk pergi kerumahnya demang atau kepala Desa Ngebel dengan menjelma menjadi seorang anak kecil. Setelah tiba di rumahnya demang lalu berkata untuk menyampaikan wara-wara (pengumuman) bahwa beliau akan mangadakan sayembara. Sayembaranya adalah untuk mencabut satu sapu lidi yang di tancapkan Eyang Kringgo Kusumo di tanah. Siapa saja yang bisa mencabut sapu lidi tersebut akan diberi imbalan. Banyak yang menyepelekan karena hanya mencabut lidi saja tentu sangat mudah. “Mecabut begitu saja mudah cletuk warga masyarakat.” Sehingga semua kalangan ikut sayembara tersebut mulai anak-anak sampai orang tua sampai demang Desa Ngebel juga ikut, namun tidak ada satupun yang bisa mencabut sapu lidi tersebut. Semua terheran entah karena apa tidak bisa di cabut padahal hanya sapu lidi.
Mereka semua tidak tahu anak kecil itu adalah Eyang Krenggo Kusumo orang yang sakti. Sehingga demang itu lalu memanggil anak kecil tersebut, ditanya sipa nama dan alamat rumahnya. Eyang Kringgo Kusumo menjawab, “Nama saya Kusumo asal saya dari Ujung Kulon.”
Kemudian Eyang Kringgo Kusumo di suruh demang untuk mencabut sapu lidi tersebut dan terdengarlah suara letusan yang menggemuruh sebanyak tiga kali dan disertai munculnya sebuah sumber air dari sapu lidi yang di tancapkan di tanah itu. Air yang keluar semakin banyak para warga dan juga demangnya berlarian mencari tempat bermukim karena airnya cepat membesar menjadi banjir besar. Konon ceritanya semua tenggelam tidak ada yang selamat kecuali Mbok Randa yang sudah menerima pesan dari Eyang Kringgo Kusumo untuk naik lesung dan sekaligus membawa kayuhnya.
Setelah banjir besar terbentuklah sebuah telaga yang di sebut Telaga Ngebel. Lalu eyang Kringgo Kusumo ambles bumi lagi untuk pulang kerumahnya di tengah perjalanan dirinya merasa haus tiba di sebuah wilayah untuk minta minum dan tidak di beri oleh warga. Terlihat mata Eyang Kringgo Kusumo mecicil menteleng (matanya melotot). Sekarang wilayah tersebut bernama Desa Cileng dari kejadian Eyang Kringgo Kusumo tersebut.
Eyang Kringgo Kusumo lalu ambles bumi lagi untuk sampai rumah dan segera minum, lalu eyang Kringgo Kusumo bercerita musibah yang di timpa Baru Klinting kepada Nyai Kringgo Kusumo dan keluarganya. Beberapa tahun kemudian Eyang Kringgo Kusumo wafat di makamkan di Gonggang yang di sebut Punden Gonggang.